RSS : Articles / Comments


THE LAST MAN ON MERAPI (Inspirasi Drama)

22.56, Posted by Ch. Yosefina, No Comment

PROLOG :

Desa Kinah Rejo, di punggung merapi sebuah tempat yang asri, sejuk dan indah, disitulah kedamaian itu nampak abadi ditengah penduduknya yang sederhana dan ramah. Tentu siapapun akan betah berlama lama disini, karena pemandangannya sungguh memesona jiwa.

Hari ini 26 oktober 2010 pagi, matahari masih bermalas malasan berselimut awan merapi, udara yang dingin menusuk tulang menggigilkan tubuh, kabut samar menyeriap di sekujur tubuh dan bulir-bulir embunpun belum beranjak turun dari daun-daun yang basah. Sayup-sayup mulai terdengar aktifitas warga merapi, para lelaki mulai bergiat di kandang ternak ternak mereka, seperti biasa mereka membuat perapian dan memerah susu. Sebagian perempuan menyiapkan bekal sarapan untuk suami dan anaknya dan ada pula yang mulai keluar rumah untuk berjualan hasil kebun mereka di pasar Cangkringan..

Yah itulah sekelumit nyanyian merdu dusun-dusun Merapi yang bisa kuceritakan untuk anak bangsa lewat perjalananku hari ini yang cukup melelahkan. Aku adalah Bisatyo wartawan media internet Detak.com yang baru sempat menjejakkan sepatuku di dusun tempat mbah Marijan ini mengabdi. Aku bersama sama teman Kuli Tinta yang lain mau meliput aktifitas Merapi yang telah dinyatakan status Awas oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta

Adegan 1 :Bertemu Wartawan lain di gerbang dusun Kinah Rejo.

(Ada 4 wartawan yaitu : wartawan Kompos: Susi Ivva , Viva News : Yuniawan Nugroho ”Wawan”, TV One: Andre Djerot, dan wartawan koran lokal Bernas: Ngabdul) Kebetulan satu sama lain sudah saling mengenal....
Dialog :
Ngabdul : "Apa kabar Bisatyo ... Kapan datang dari Jakarta?
Bisatyo : "E..... Ngabdul panjang umur, tambah sejahtera saja kau" ...."Baru tadi sampai stasiun tugu, jam 3, langsung meluncur ke sini, bisa nggak ya kita nginap di tempatnya mbah Marijan Dul .....

Ngabdul: "Wis tenang waelah ... Aku kenal akrab karo mbah Marijan, nanti tak tembungnya", sik penting bagi rokok dulu lah lah ini mulutku kok udah mulai asem..... He he he

Sementara itu 2 orang wartawan satu dari Viva News (wawan) dan dari TV One Andre dJerot nampak turun dari mobil.

Andre : "Wan lu kate udah hafal jalan ke rumah mBah Marijan.... Ngapain masih nyasar saja ... !"

Wawan : "Sorry fren Blackberry ku low bat, aku gak bisa pakai GPS nih.... Pakai BB mu dong nDre"

Andre : "Pinter aja lu ngeles wan .... Di kampung gini gak perlu BB gak perlu peta, tinggal modal ngomong aja .... "Tanya tuh penggembala bebek" Di mana tuh rumah mBah Marijan si Rosa Rosa itu berada, kelewatan kalau gak tahu"
Wawan : "Tenang Fren ....bentar", "Loh ....itu bukannya si Ngabdul Bernas sama Bisatyo detik.com nampaknya doi mau ke Maridjan juga, ayo kita hampiri"

Prolog Narator:

Singkat cerita, ke 4 kuli tinta itu bertemu, basa basi sebentar dan mereka sepakat untuk menuju ke Rumah mbah Maridjan .... Seperti biasa ngabdul minta jatah beberapa rokok ke wartawan ibu kota itu.....

Ngabdul : "Let's go Fren, kita jalan aja biar gak ngantuk .....

Adegan 2 :Suasana di Rumah mbah Maridjan.

Setting:
Rupanya di Rumah mbah Maridjan sudah menunggu Susi Ivva wartawan Kompos, mbah Maridjan baru nampak keluar dari Mushola-nya, mengenakan jaket tebal bertuliskan Extra Joss ....pakai peci item ..... Pakai sarung kotak-kotak yang didapatkannya dari cendera mata para pelancong ......

Prolog Narator :

Inilah sosok MBah Maridjan, Dia adalah Pendekar Gunung, Abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, sekaligus Juru Kunci penjaga tradisi adat Sang Gunung Merapi. Nama aslinya adalah Mas Penewu Surakso Hargo dan bergelar Raden Ngabehi Surakso Hargo, yang diterimanya dari Sinuhun Sri Sultan HB IX.

Sederhana .... Nampak dalam tindak tanduk polah tingkah kesehariannya. Rendah hati dibalik ke-selebriti-annya ...... Siapa yang gak kenal kakek satu ini pria kelahiran Kinahrejo tahun 1927 .... Karena kemasyurannya beliau pernah diundang nonton final piala dunia, namun pria ini milih tetap tinggal di Kinah rejo untuk ngarit mencari pakan ternak buat sapi-sapinya.... He he he mirip Yesus yah .... Sang gembala......

Maridjan in action

mBah maridjan tampak keluar dari Mushola penuh sukacita sambil bersenandung lagunya Opick "tamba ati"….
Da...di da ...dida ....da dad...a Tamba Ati ana limang perkarane …. Saben weingi maca Qur’an lan maknane .....

Dialog para wartawan dengan mbah Maridjan

5 wartawan serempak : ”Assala mualaikum mBah ....”
Mbah Maridjan : ”Walaikum Salam ..eh ...Mas Ngabdul. To”.. “Selamat datang....bagaimana kabarnya?”
Ngabdul : ”Baik mbah .... ini saya ngantarin teman-teman wartawan yang mau meliput suasana Merapi”, ”Boleh kami numpang ya mbah”
mBah Maridjan : ”O... ya bolah boleh saja .... ini gunung kan milik semua orang”, ”tapi ya begini saja, seadanya”
Ngabdul :”Walah mBah ini suka merendah saja”, ”Lah wong rumah kayak istana gini loh”, ”mBah kenalkan dulu ini teman saya Wawan, wartawan Viva news, yang ini Andre dari TV One, yang item ini mBah.... Bisatyo teman dari Detik.com”
Susi : ”Saya Susi mBah, dari Harian Kompas Jakarta, wilujeng mbah”
mBah Maridjan : ”Pengestunipun.....
Andre : ”Di sini udaranya enak ya mBah ....sejuk ...gak kayak di Jakarta ...”
Wawan : ”La iyalah ...makanya mBah Maridjan betah disini ....”
Bisatyo : ”Ngomong –omong , bolehkah kami mewancarai mBah ....”
mBah Maridjan : ”Boleh saja .... tapi....ada baiknya ki sanak semua istirahat dulu ....”Ngaso-ngaso ndhisik ”, ”Saya tak tirakat dulu , sampai ketemu nanti habis LOHOR yah”,..... ”Ayo silahkan masuk paseban .... disekecakaken istirahatnya”

5 wartawan serempak : ”Matur nuwun mbah...”

Akhirnya 4 Wartawan itu masuk ke ruang Paseban dan berisirahat, sementara mBah Maridjan ditemani Ngabdul memulai tirakatnya....

Mbah Maridjan berlutut di depan batu .... menghadap gunung .... mulutnya mulai komat-kamit ...entah apa yang diucapkan , barangkali mBah Maridjan sedang berdoa.... Ngabdul di sebelahnya duduk bersila, agak sedikit was was karena terkadang gempa kecil susul menyusul...

Demikianlah hari itu terlihat mBah Maridjan sangat khusuk memohon dengan ritualnya, lewat tengah hari mBah Maridjan pun menjamu para tamu dengan makan siang yang penuh keakraban. Berganti-gantian mereka menanyakan soal seluk beluk Merapi, soal tradisi wong jowo, klenik, kehidupan sampai kiat-kiat menghadapi bahaya Merapi.....

Sampai di ujung pembicaraan, Susi Wartawan Kompos bertanya,

Susi :“mBah kenapa waktu gunung merapi meletus tahun 2006, mbah kok tidak mau turun sih?“ , „Bukankah Sri Sultan HB X sudah memerintahkan semua warga Merapi turun ....“

Mbah Maridjan : „Bukan begitu nak, „saya ini sudah dikasih amanat sama Sinuhun HB IX untuk tetap menjaga merapi ini , walaupun apa yang terjadi“, „Jadi ya harus SABDO PENDHITA RATU, kira-kira begitu .... jadi paling sial saya harus menjadi manusia terakhir yang turun gunung ..begitu“

Bisatyo Wartawan Detak.com : „Mbah ini yang terakhir..kira-kira pesan apa untuk kami-kami ini, atau untuk penguasa Indonesia ini?“

mBah Maridjan :

„Begini ki sanak (beliau berpesan dalam bahasa Jawa) ‘Panjenengan sak konco poro piageng, kedah ”temen lan sak temene” mugi ndonyane tentrem (Anda dan para Pembesar harus benar dan bertindak sebenarnya agar dunia tenteram)

Berbarengan dengan wawancara itu, gemuruh Merapi kian terasa, gempa tremor muncul semakin kencang dan hawa panas mulai terasakan ...

Wawan Wartawan Viva News : ‚mBah ...kayaknya keadaan makin gawat .... ayo kita ngungsi ke pos saja …. “Ayo mbah …”Ajak semua keluarga”

Andre Wartawan : “Ayo teman-teman sudah tidak ada waktu lagi …..lari ….buruan-buruan..”

Susi dan Ngabdul : “mBah ..andum Slamet ..saya takut ….saya turun duluan ya….”

Tiba-tiba :…GELEGARRR … Merapi pun meronta

Adegan 3 : Merapi Meletus, Warga Mengungsi

Bunyi Sirene terdengar keras .....”nguing ...nguing..nguing..”

Aparat pemerintah: ”Atas nama Sri Sultan, kami memerintahkan warga Merapi mengungsi , segera! ”Bagi yang tidak bersedia akan dievakusi secara paksa, silahkan segera berkumpul di pos Evakuasi segera! ””Kami akan mengangkut saudara saudara ke tempat pengungsian”

Kembali terdengar bunyi sirene...

Tiba-tiba sekitar jam 17:02 Gunung Merapi mulai terbatuk-batuk ....dan tiba-tiba GELEGARRR ....GELLEGAR, Bunyi Gemuruh dan ledakan. Bersahut-sahutan susul menyusul.... Gunung Merapi meletus....

Kacau balau ….. cemas …. Jeritan menyayat spontan muncul..

Awan panas bergulung-gulung dari arah Merapi, tiba-tiba terdengar teriakan “WEDHUS GEMBEL ….WEDHUS GEMBEL TURUN…..” bunyi kentongan tanda bahaya ditabuh bertalu-talu

Warga BERLARIAN keluar dengan penuh abu, begitu pula kelima wartawan tadi lari tunggang langgang menyelamatkan diri.

Wartawan VIVA news Yuniawan Nugroho “Wawan” teringat mBah Maridjan, ia lari kembali ke Rumah mBah Maridjan, , membujuknya sekali lagi agar mau mengungsi. Namun mBah Maridjan masih tegar menghadapinya, tak terlihat sedikitpun rasa gentar dan surut nyalinya. Lalu mBah Maridajan berujar : “Baik biarlah warga mengungsi terlebih dahulu, tetapi biarlah saya tetap disini sampai setelah sholat Maghrib”, “Apapun yang terjadi saya harus menjadi yang terakhir turun dari Merapi”,…. tuturnya.

GELEGAR…. Awan panas pun datang menyambar…. Melukai siapapun tanpa ampun, pohon-pohon, ternak, rumah hangus terbakar …. Memporak perandakan dusun Kinah Rejo dalam sekejap... asap panas mengepul meluluh lantakan semua yang ada.

Demikian pula dengan nasib Wartawan Wawan dan mBah Maridjan, keduanya tidak luput dari terjangan awan panas, dan mautpun menjemput. Wawan ditemukan meninggal didepan rumah .... sementara mBah Maridajan meninggal dalam posisi sujud.

Adegan 4 : Evakuasi Tim SAR


Adegan dimulai dengan Evakuasi yang dilakukan Tim SAR, dengan keberanian dan keahliannya mencari dan mengumpulkan korban..

Tim SAR menemukan Wawan dalam kondisi mengenaskan,

Tim SAR 1 : “Siapa pria ini ..”
Tim SAR 2 : “Kita check KTPnya Boss ...sebentar ..... “
TIM SAR2 : “Wartawan Viva News .... Yuniawan Nugroho”
TimSAR 1 &2 : “Allahu Akbar...Allahu Akbar”

Lalu Tim SAR masuk ke dapur Rumah mBah Maridjan yang sudah berantakan dan menemukan mBah Maridjan meninggal dalam kondisi bersujud di dapur.

TIM SAR 1 : “Astagfirullah ….Inalilahi wa ina lilahi ro’jingun …. Mbah Maridjan…terkena awan panas.” “Tertelungkup ….Bersujud”
TIM SAR 2 : “Cepat ambil kantong jenazah … segera evakuasi sebelum awan panas turun lagi…”

Singkat cerita Ratusan jenazah itu telah dibawa ke RS Sardjito untuk diotopsi, dan setelah dilakukan tes laboratorium, 1 hari kemudian seluruh Koran-koran nasional dan lokal memberitakan kematian seorang Maridjan yang gugur dalam tugasnya.


Adegan 5 : Pemakaman mBah Maridjan, diiringi Epilog Narator :

Akhirnya tibalah saat pemakaman. Demikianlah kematian mBah Maridjan mengagetkan kita semua dan booming berita kematiannya nyaris menyamai berita bencana nasional meletusnya Gunung Merapi Jogjakarta dan tsunami Mentawai Sumatera barat. Semasa hidupnya, namanya lebih terkenal dari Sri Sultan Hamengku Buwono X yang nota bene merupakan rajanya sendiri..

Pria unik yang identik dengan kesetiaan dan keberanian ini akhirnya meninggal di usia 83 tahun dalam keadaan sujud; sesuatu yang menyiratkan keyakinannya di akhir hidupnya. Sontak, berita kematiannya bukan hanya mengagetkan orang Jogja dan Jawa saja, tapi juga se-antero Indonesia karena Mbah Marijan telah menjadi aset milik bangsa.Di akhir usianya, ia menjadi selebritas karena seringnya muncul dalam pemberitaan televisi dan membintangi iklan salah satu produk minuman energi. Tapi seiring popularitasnya, ia tampak tak berubah. Konon, uang hasil membintangi iklan itu ia dedikasikan untuk negeri dan agamanya dengan membangun masjid di Dusun Kinahrejo, Sleman Jogjakarta. Ia tak bergeming dengan perolehannya dan tak merubah sedikitpun tampilan uniknya itu. Ia telah menjadi sosok yang tangguh dan berani demi sebuah loyalitas pada keyakinan. Kesederhanaan yang dipilihnya di akhir hayatnya tak dibuat-buat sehingga setiap orang yang melihatnya, melihat rumah dan segala yang lekat dengan kesehariannya benar-benar alami dan apa adanya. Walaupun ia orang Jawa yang lekat dengan klenik, ia bukanlah orang sakti. Ia orang berani dan sosok yang dekat dengan ritual ibadah, demikian kesan orang-orang yang sengaja datang padanya dan mencari konfirmasi tentang berbagai hal yang berhubungan dengan Gunung Merapi ataupun khusus tentang dirinya. Beberapa orang yang bertutur tentang pertemuannya dengan Mbah Marijan selalu mendapatinya tengah berada di masjid ataupun tengah berdzikir.

Tak banyak orang seperti Mbah Marijan di negeri ini. Tak mudah pula kita mendapatkan orang yang banyak memancarkan kesan dari keutuhan pribadinya. Keutuhan pribadi biasanya datang dari orang-orang yang alami dan apa adanya. Keutuhan pribadi melahirkan kematangan jiwa. Jiwa yang matang tak mudah untuk dikalahkan bahkan oleh pesona kehidupan dunia yang penuh rona sekalipun.
Arus pragmatisme yang begitu kuat di zaman sekarang ini menyulitkan kita mendapatkan tokoh-tokoh yang memiliki jiwa yang utuh, tahan banting dan kokoh melawan berbagai godaan duniawi. Kecenderungan manusia di abad 21 ini ditandai dengan pemenuhan dimensi materi tiada batas. Untuk menggapainya, segala usaha dilakukan tanpa mempertimbangkan apakah yang didapatkannya itu halal atau tidak, apakah yang didapatkannya itu diraih dengan merampas hak orang atau tidak, dan berbagai pertanyaan lainnya.

Mbah Marijan, sebagaimana warga desa pada umumnya yang polos, adalah satu di antara tidak banyak orang dengan pribadi yang utuh. Ia ramah dengan sesama dan popularitasnya tak menyekat antara pribadi awalnya yang sederhana dengan apa yang terjadi selanjutnya setelah menjadi selebritas.

Pemberitaan tentang Mbah Marijan di media massa dengan intensitas tinggi mengisyaratkan banyaknya inspirasi yang harus dipelajari oleh anak-anak bangsa ini yang tengah kesulitan mencari sosok-sosok yang pantas untuk diteladani. Anak-anak kita kini tengah dihadapkan pada situasi dan suasana yang kurang ramah, di mana prosentase berita di media massa terutama televisi didominasi pemberitaan mengenai berbagai dunia yang jauh dari unsur keteladanan.

Terlepas dari semua latarbelakang kehidupan hingga akhir kematian Beliau, setidaknya berikut adalah beberapa hal yang bisa kita ambil hikmah dari sosok sepuh nan legendaris ini :
1. Mbah Maridjan mengajari kita tentang arti loyalitas tanggung jawab terhadap tugas. Sebagai penjaga Merap ikurang lebih bisa disamakan dengan nahkoda sebuah kapal, atau sebagai panglima Perang jaman dulu yang berdiri paling depan di barisan prajuritnya beda dengan panglima perang jaman sekarang berada dibelakang. Sebagai penanggung jawab, Mbah Maridjan rela menunggu merapi hingga akhir hayatnya. Konon sebelum meninggal Mbah Maridjan sudah menyuruh penduduk Kinahrejo untuk segera mengungsi. Sebuah pembelajaran tentang loyalitas dan tanggung jawab terhadap tugas yang mulai banyak kita tinggalkan.
2. Mbah Maridjan mengajari tentang arti kesederhanaan hidup. Konon setelah menjadi bintang iklan dan selebritis, kehidupan Beliau tidak berubah sama sekali. Honor yang diterima, sebagian besar digunakan untuk membangun failitas umum di lingkungan Kinahrejo. Di balik anggapan klenik dan mistis dalam perjalanan hidupnya di lereng Merapi, Mbah Maridjan telah menyampaikan pesan bahwa kesederhanaan mampu memelihara kesetiaan dan tanggung jawab. Betapa orang yang tidak mengenyam pendidikan formal, yang dianggap terbelakang, dan yang tidak memegang jabatan politis, sesungguhnya memiliki kearifan lokal.
3. Mbah Maridjan mengajarkan agar kita tidak gila hormat dan gila popularitas. Setelah persitiwa tahun 2006 yang mengangkat popularitasnya, konon mbah Maridjan enggan menemui wartawan. Sebelum meninggal ada wartawan yang sudah membuat kontrak pertemuan dengan satu syarat, wartawan itu tidak boleh membawa kamera.

Elizabeth D Inandiak seorang penulis dari Perancis, dalam bukunya The White Banyan itu mengungkapkan beberapa kata sederhana nan penuh makna dari Mbah Marijan diantaranya :, ”Saya ini orang-orang bodoh…. Kalau orang pintar diberi satu, akan minta dua. Tapi, kalau orang bodoh diberi satu, akan disyukuri.” Ini ungkapan Mbah Maridjan pula, ”Berjalan bertelanjang kaki, namun kepala saya selalu saya lindungi, karena kepala adalah bagian terhormat dari tubuh manusia. Bukankah dia yang memerintah kaki-kaki kita untuk melangkah?”
Semoga walaupun musibah ini menghadirkan duka yang mendalam,kita tetap bisa mengambil hikmahnya. Tidak cukup mengambil saja, tapi mari kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari kita.

Memang, Mbah Marijan adalah manusia biasa yang tak luput dari kekurangan dan sisi negatif. Sisi-sisi negatif itu kemarin, sekarang ataupun esok hari akan menyertai biografi hidupnya. Orang seperti Mbah Marijan pastinya tak akan menyangka akan dikenal luas dan alur hidupnya akan menjadi banyak inspirasi bagi berbagai generasi. Ia kini tengah berbaring di suatu tempat yang hanya Tuhan sajalah yang tahu. Kita hanya bisa menebak bahwa ia tengah damai dalam pangkuan Ilahi.

Selamat jalan The Last Man on Merapi
created by LG
catatan : nama wartawan KOMPOS, TV One, Detak.com dan Bernas hanya nama fiktif yang dihubung-hubungkan.
Selengkapnya...

Kisah 4 Lilin

20.12, Posted by Ch. Yosefina, No Comment

Ada 4 lilin yang menyala di dalam sebuah kamar, sedikit demi sedikit lilin tersebut habis meleleh dan suasana terasa begitu sunyi sehingga terdengarlah percakapan mereka.

Aku adalah “Damai“. Namun manusia tak mampu menjagaku : maka lebih baik aku mematikan diriku saja !” Demikianlah sedikit demi sedikit sang Lilin Damai padam.

Aku adalah “Iman“. Sayang aku tak berguna lagi. Manusia tak mau mengenalku, untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkan Lilin Iman tersebut.
Dengan sedih giliran ketiga berbicara : Aku adalah “Cinta“. Tak mampu lagi aku untuk tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapku berguna. Mereka saling membenci, bahkan membenci mereka yang mencintainya, membenci keluarganya. ” Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah Lilin Cinta tersebut.

Tanpa terduga…. ANAK pemilik rumah itu masuk ke dalam kamar untuk mengambil ‘benda-benda’ milik-Nya di sana, dan melihat ketiga lilin telah padam. Karena dia tidak bisa melihat jelas dalam gelap, ia berkata : ” Ekh, apa yang terjadi ? Kalian harus tetap menyala, Aku tidak mau rumah-Ku gelap !” Lalu ia menangis tersedu-sedu.

Lalu dengan terharu lilin ke-empat berkata: ”Jangan takut, janganlah menangis, selama aku masih ada dan menyala, kita dapat selalu menyalakan ketiga lilin lainnya”

”Akulah HARAPAN”

Lalu dengan mata bersinar, sang anak mengambil Lilin Harapan, lalu menyalakan kembali ketiga Lilin lainnya.
Apa yang tidak pernah mati hanyalah HARAPAN. Harapan yang ada dalam hati kita. Dan masing-masing kita semoga dapat menjadi alat seperti anak tersebut, yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali Iman, Damai, Cinta dengan HARAPAN-Nya

Dari : "The Story of the Four Candles", Author : Unkown

Selengkapnya...

Tempayan Retak

20.10, Posted by Ch. Yosefina, No Comment

Ini adalah kisah China kuno, tersebutlah seorang Tukang air yang memiliki dua tempayan besar, masing-masing bergantung pada kedua ujung sebuah pikulan, yang dibawanya menyilang pada bahunya. Satu dari tempayan itu retak, sedangkan tempayan yang satunya lagi tidak.

Tempayan yang tidak retak itu selalu dapat membawa air penuh setelah perjalanan panjang dari mata air ke rumah majikannya, sedangkan tempayan yang retak itu hanya dapat membawa air setengah penuh. Hal ini terjadi selama dua tahun lamanya. Si tukang air hanya dapat membawa satu setengah tempayan air ke rumah majikannya.

Tentu saja si tempayan yang tidak retak merasa bangga akan prestasinya,karena dapat menunaikan tugasnya dengan sempurna. Namun si tempayan retak yang malang itu merasa malu sekali akan ketidaksempurnaannya dan merasa sedih sebab ia hanya dapat memberikan setengah dari porsi yang seharusnya dapat diberikannya.

Setelah dua tahun tertekan oleh kegagalan pahit ini, tempayan retak itu berkata kepada si Tukang air, “Saya sungguh malu pada diri saya sendiri, dan saya ingin mohon maaf kepadamu.”
“Kenapa?” tanya si Tukang air. “Kenapa kamu merasa malu?” . “Saya hanya mampu, selama dua tahun ini, membawa setengah porsi air dari yang seharusnya dapat saya bawa karena adanya retakan pada sisi saya telah membuat air yang saya bawa bocor sepanjang jalan menuju rumah majikan kita. Karena cacatku itu, saya telah membuatmu rugi,” kata tempayan itu.

Si tukang air merasa kasihan pada si tempayan retak, dan dalam belas kasihannya, ia berkata, “Jika kita kembali ke rumah majikan besok, aku ingin kamu memperhatikan bunga-bunga indah di sepanjang jalan.”

Benar, ketika mereka naik ke bukit, si tempayan retak memperhatikan dan baru menyadari bahwa ada bunga-bunga indah di sepanjang sisi jalan, dan itu membuatnya sedikit terhibur. Namun pada akhir perjalanan, ia kembali sedih karena separuh air yang dibawanya telah bocor, dan kembali tempayan retak itu meminta maaf pada si Tukang air atas kegagalannya.

Si Tukang air berkata kepada tempayan itu, “Apakah kamu memperhatikan adanya
bunga-bunga di sepanjang jalan di sisimu tapi tidak ada bunga di sepanjang jalan di sisi lainnya?
Itu karena aku selalu menyadari akan cacatmu dan aku memanfaatkannya. Aku telah menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan di sisimu, dan setiap hari jika kita berjalan pulang dari mata air, kamu mengairi benih-benih itu. Selama dua tahun ini aku telah dapat memetik bunga-bunga indah itu untuk menghias meja majikan kita. Tanpa kamu sebagaimana kamu ada, majikan kita tak akan dapat menghias rumahnya seindah sekarang.”

”Ketahuilah dalam kelemahan kita, kita menemukan kekuatan kita”

Saduran dari The Story of Cracker Jar
Selengkapnya...